Kamis, 12 Januari 2017

Fakta Unik Wisata Religi Kepulauan Seribu


KEPULAUAN Seribu tak hanya pada panorama alam semata. Pulau yang terletak di Teluk Jakarta ini, memiliki potensi wisata religi yang menarik untuk disambangi. Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administrasi di DKI Jakarta yang wilayahnya meliputi gugusan kepulauan di Teluk Jakarta. Kepulauan ini terdiri dari sekitar 342 pulau dengan total luas wilayah daratan sebesar 8.7 km persegi. Tak heran jika, objek wisata ini merupakan  tempat ideal untuk melakukan sport tourism untuk melakukan snorkeling, berenang, serta scuba diving dan flashback sejarah. 



Setidaknya ada 3 spot wisata religi yang dapat wisatawan kunjungi di tempat ini, seperti : 
1. Makam Al-Habib Ali bin Ahmad bin Zeid Aidid, yang juga dikenal sebagai Wali keramat Pulang Panggang. Ia adalah ulama dan muballigh asal Hadramaut yang pertama kali menyebarkan Islam di Pulang Panggang dan sekitarnya. 
Suata hari Almaghfurlah mendengar kabar, disebelah utara Jakarta ada sebuah pulau yang rawan perampokan dan jauh dari da’wah Islam, yaitu Pulau Panggang. Beberapa waktu kemudian ia memutuskan untuk mengunjungi pulau tersebut. Ketika Al-Maghfurlah sampai di Pasar Ikan hendak menyeberang ternyata tidak ada perahu. Maka ia pun bertafakur dan berdo’a kepada Allah SWT, tak lama kemudian muncullah kurang lebih seribu ekor ikan lumba-lumba menghampirinya. Ia lalu menggelar sajadah di atas punggung lumba-lumba tersebut, kemudian ikan lumba-lumba mengiring beliau menuju Pulang Panggang. Demikianlah salah satu karomah Almaghfurlah Habib Ali, menurut cerita dari Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-athas kepada salah satu muridnya Al-Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir Alhaddad bahwa setiap Habib Ali hendak berda’wah beliau berdiri ditepi pantai Pasar Ikan dengan mengangkat tangan sambil bermunajat kepada Allah SWT, maka datang ikan lumba-lumba kurang lebih seribu ekor mengiring beliau disamping kanan, kiri, depan, belakang beliau dan mengantar sampai ketempat tujuan untuk berda’wah.

Sosoknya sangat sederhana, cinta kebersamaan, mencintai fakir miskin dan anak yatim. Bisa dimaklumi jika da’wahnya mudah diterima oleh warga Pulau Panggang dan sekitarnya. Ia mengajar dan berda’wah sampai kepelosok pulau. Bahkan sampai ke Palembang, Singapura dan Malaka.

Karomah lainnya, suatu malam, usai berda’wah di Keramat Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, ia pulang ke Pulau Panggang. Di tengah laut, perahunya dihadang gerombolan perompak. Tapi, dengan tenang Almaghfurlah Habib Ali melemparkan sepotong kayu kecil ke tengah laut. Ajaib, kayu itu berubah menjadi karang, dan perahu-perahu perompak itu tersangkut di karang. Maka, berkat pertolongan Allah SWT itu, Almaghfurlah Habib Ali dan rombongan selamat sampai di rumahnya di Pulau Panggang.

Suatu hari, warga Pulau Panggang diangkut ke Batavia dengan sebuah kapal Belanda, konon untuk dieksekusi. Beberapa perahu kecil berisi penduduk ditarik dengan rantai besi ke arah kapal Belanda yang membuang sauh jauh dari pantai. Mendengar kabar itu, Almaghfurlah Habib Ali menangis, lantas berdo’a agar seluruh penduduk Pulau Panggang diselamatkan . Do’anya dikabulkan oleh Allah SWT. Rantai besi yang digunakan untuk menarik perahu berisi penduduk itu tiba-tiba putus, sehingga Belanda urung membawa penduduk ke Batavia.

Suatu malam, ia mendapat isyarat sebentar lagi ia akan wafat. Ketika itu sebenarnya ia ingin ke Palembang, namun dibatalkan. Dan kepada santrinya ia menyatakan, “ saya tidak jadi ke Palembang.” Benar apa yang ia katakan, keesokan harinya, 20 Zulkaidah 1312 H./1892 M. ia wafat, dan dimakamkan di sebuah kawasan di ujung timur Pulau Panggang.

Sesungguhnya, Jenazah almarhum akan dibawa ke Batavia untuk diketemukan Istri dan anaknya serta dimakamkan disana. Namun, ketika jenazah sudah berada di atas perahu yang sudah berlayar beberapa saat, tiba-tiba tiang layar perahu patah dan perahu terbawa arus kembali ke Pulau Panggang. Hal ini terjadi berturut-turut sampai tiga kali. Akhirnya, penduduk kampung memaknai peristiwa itu sebagai kehendak almarhum di makamkan di Pulau tersebut. Keesokan harinya setelah Almaghfurlah Habib Ali dimakamkan, beberapa orang dari penduduk Pulau Panggang memberi khabar kepada istrinya Syarifah Zahroh binti Syarif Muchsin bin Ja’far Al-Habsyi, istrinya menjawab “ Yah, saya sudah tahu, Habib Ali tadi telah datang memberi kabar kepada saya tentang meninggalnya dia dan dimakamkan di Pulau Panggang “.

Al-Habib Ali bin Ahmad bin Zein Aidid adalah seorang ulama yang langka, yang berani merintis da’wah di kawasan terpencil, dan berhasil. Demikianlah sekilas dari riwayat Al-Habib Ali bin Ahmad bin Zein Aidid.

2. Makam legenda Darah Putih,
Mengenai nama pendekar darah putih sendiri terdapat dua versi cerita yang diyakini warga. Pertama, konon pendekar tersebut terdampar di pantai Pulau Paniki yang tak jauh dari Pulau Panggang. Warga Pulau Panggang yang secara kebetulan sedang mencari ikan menemukannya terdampar dipantai dalam kondisi tak sadarkan diri. 

Sedangkan versi kedua menyebutkan, Pendekar Darah Putih berasal dari Mandar, Sulawesi. Kedatangannya ke Pulau Panggang hendak mencari kerabatnya yang berada di pulau tersebut. Warga sendiri menggambarkan kalau Pendekar Darah Putih adalah sosok lelaki gagah yang memiliki ilmu kanuragan (beladiri) tinggi. Hal itu diketahui, setelah Pendekar Darah Putih bersama warga berhasil mengusir dan menangkap segerombolan perompak yang waktu itu akan merampok harta benda warga Pulau Panggang. 

Soal nama darah putih dalam versi kedua ini, dimulai ketika Pendekar Darah Putih bertarung dengan belasan perompak. Dalam pertarungan yang tidak imbang itu, perompak berhasil melukai lengannya. Dari luka tersebut, bukannya darah merah yang keluar namun darahnya berwarna putih. Sejak saat, itu gelar Pendekar Darah Putih disandangkan oleh warga. 

Dalam cerita yang diwarisi turun temurun, keberadaaan Pendekar Darah Putih ini berkaitan dengan nama Pulau Panggang. Setelah Pendekar Darah Putih yang dibantu warga berhasil mengalahkan gerombolan perompak, bahkan berhasil menawan tiga orang dari belasan perompak. Agar para perompak tersebut tak kembali lagi, pendekar ini mencari siasat, disuruhnya warga membuat perapian (Pemanggangan). 

Api yang berkobar besar dari pemanggangan itu menyiutkan nyali perompak yang ditawan karena warga berteriak agar perompak itu dipanggang hidup-hidup. Selanjutnya, mata para tawanan itu ditutup dengan kain kemudian salah seorang warga bersandiwara untuk berteriak kepanasan seperti terbakar hingga teriakan terhenti seakan sudah meregang nyawa. 

Mendengar teriakan itu, tawanan yang diliputi kepasrahan makin ciut nyalinya. Mereka menganggap, salah satu rekannya telah meregang nyawa diatas bara api. Pasalnya, disamping teriakan kepanasan, bau daging terbakar tercium oleh para tawanan ini. Padahal bau itu berasal dari seekor kambing yang sengaja dibakar oleh Pendekar Darah Putih. Setelah siasat itu selesai, dua perompak dilepas dan yang lainnya ditawan disuatu tempat tang tidak diketahui dua perompak yang dilepas itu. 

Pendekar Darah Putih mengatakan kepada dua perompak yang dilepas itu agar jangan kembali ke Pulau Panggang atau nasib mereka akan sama dengan teman mereka yang dipanggang hidup-hidup. Sejak saat itu, Pulau Panggang aman dari perompak dan warga mengucapkan terimah kasih kepada Pendekar Darah Putih. Sejak itu, Pendekar Darah Putih menjadi satu bagian sejarah tersendiri bagi masyarakat pulau tersebut. Sedangkan peristiwa pemanggangan itu merupakan cikal-bakal disebutnya pulau itu sebagai Pulau Pemanggang atau sekarang lebih dikenal Pulau Panggang.

Peninggalan sejarah Pendekar Darah Putih berupa beberapa makam kuno sampai sekarang masih dijaga oleh warga Pulau Panggang. Warga meyakini salah satu makan itu adalah makam Pendekar Darah Putih. Pada bulan Maulud di hari tertentu biasanya warga tidak ada yang berani kelaut karena angin dan gelombang kadang-kadang menjadi tak terduga. Peristiwa itu diyakini sebagai waktu Pendekar Darah Putih mensucikan diri dan tidak boleh diganggu. Karena semasa hidupnya, pendekar ini memiliki kebiasaan mensucikan diri dengan bersemedi ditengah laut. Menurut para sesepuh Pulau Panggang, hingga kini keturunan darah putih masih ada di pulau ini. Namun, mereka tidak bersedia menyebutkan keturunan Pendekar Darah Putih karena dikhawatirkan akan terjadi sesuatu pada keturunannya. 

3. KH. Mursalin bin Nailin di Pulau Karya, 
   Salah seorang ulama Betawi yang berjasa dalam penyebaran Islam di Kepulauan Seribu adalah KH. Mursalin bin Nailin. Ulama yang satu ini lahir dan dibesarkan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Selain diketahui ulama ini wafat pada tahun1972. tidak didapat informasi tanggal, bulan dan tahun kelahirannya/Orang tuanya berasal dari Parung Sapi, Bogor yang merupakan keturunan suku Mandar, Sulawesi Barat yang merupakan suku bahari satu-satunya di nusantara yang secara geografis berhadapan dengan lautan dalam.. Dengan dukungan dari seorang istri bernama Rokayah anak betawi asli Karet Tengsin dan 4 orang keturunannya, dalam menyebarkan ajaran Islam tidak hanya dilakukannya di Pulau Panggang saja. Tapi juga di beberapa pulau lainnya, seperti Pulau Kelapa, Pulau Tidung dan lain-lain. Menimba ilmu agama di Banten dan daerah lainnya yang dilakoninya telah mendorongnya untuk mengeksistensikan diri dalam pengembangan Islam di pulau ini.

Makin lama kepulauan seribu menjadi pemikat bagi para pendatang untuk hidup dan melanjutkan keturunan di kepulauan. Saat ini beberapa pulau menjadi sangat padat penduduknya seperti Pulau Panggang, pramuka, tidung dan untung jawa. Selain menjadi nelayan, Ua Ain memiliki keahlian memberikan pelayanan medis seperti pelayanan sunat bengkong. Sunat ini dilakukan sangat cepat untuk 10 anak dan juga ilmu kebatinan yang tinggi.

Konon dulu Pulau Panggang sering didatangi para perampok, dan Ua Ain berupaya menghalau kedatangan mereka dengan membuat pulau tersebut ditutupi awan putih. Kisah penamaan pulaupun dikarenakan salah satu perampok ditangkap dan dimasukkan ke dalam alat pemanggangan. Hal ini dilakukan untuk memberikan rasa takut bagi para perampok untuk tidak lagi mendatangi pulau.

Hasil pengembangan dakwah yang dilakukan oleh Ua Ain dapat dilihat dari waqaf Masjid lami' Anni'mah, Yayasan Addiniyah Anni'mah dan Majelis Taklim diPulau Panggang dan waqaf Pulau karya yang dijadikan pulau khusus makam para warga sekitar Pulau Panggang termasuk makam Ua Ain yang berada ditengah-tengah makam warga lainnya. Makam beliau tidak diberikan ciri tertentu hal ini untuk menghindar dikramatkannya makam beliau yang mengarah pada kemusyrikan

Next Trip di coba untuk singgah kesana yah guys,,, Karena Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenang jasa para pahlawannya loch...